Sabtu, 09 Januari 2010

Dialog Hati...

Suatu malam saat aku berdialog dengannya, tiba-tiba mengalir deras untaian hatinya yang selama ini berkecamuk. Sambil berderai air mata ia menceritakan semua. Dalam sebuah ruangan hangat di suasana luar yang dingin.



“Ayahku.. sejak aku kecil selalu diam jika ibu mulai marah-marah.” Aku menatap serius wajah cantiknya yang basah oleh air mata. Ia tertunduk. Sesenggukan.

“Terus…” aku berucap lirih

“Aku hanya terpaku kebingungan, cemas, takut…berharap hanya sekedar marah-marah.” Aku mengernyitkan dahi.

“Maksudmu…?”

“Iya, ibu tak akan segan-segan jika marah akan jadi ringan tangan…aku hanya bisa mengendapkan rasa sakit dan perih hatiku, menyaksikan semuanya.” Aku mulai berkaca-kaca, melihat air matanya yang semakin menderas dipipinya yang merona…

“Aku sama sekali tidak tahu alasannya, kenapa semua itu terjadi…ada apa dengan mereka…” Aku semakin mengernyitkan dahi.

“Dalam otakku saat itu adalah mereka akan cerai besok, pasti, dan itu membuatku hancur…” Ia terus menumpahkan resah hatinya, resah yang ia pendam sejak 15 tahun yang lalu itu… aku sangat sakit mendengar kisahnya...

“Aku ingin marah pada ibu saat itu, karena aku sungguh-sungguh hancur menyaksikan semuanya…”



Ya Allah…



Dialog itu terus mengalir hingga di pertengahan malam. Aku hanya bisa sesekali mengusap air matanya, memegang pundaknya, ingin rasanya mengungkapkan, aku di sini untukmu, aku akan mendengarkan kisahmu… ia wanita yang ikhlas… muslimah yang kuat, menurutku…



Ayahnya yang kutahu, adalah seorang pria pendiam, ramah, dan tidak kasar. Ibunya, yah seperti yang ia ceritakan padaku. Wanita keras yang kaku. Kadang terdengar kasar. Tapi aku selalu mengatakan padanya dengan amat sangat serius, “dia tetap ibumu…dia tetap menjadi keutamaanmu…” dan ia hanya bisa menangis mendengar kata-kataku. Aku kembali sakit menatapnya. Aku ingin mengerti, aku ingin memahami, tapi biarlah itu menjadi rahasianya dulu…hingga akhirnya aku tahu, bahwa ayahnya memang bukanlah seorang lelaki yang baik agamanya, banyak hal harus aku rahasiakan disini. Cukuplah aku tahu, ayahnya seorang yang pernah melakukan sesuatu yang dilarang agama. Aib. Ibunya tidak terima, dan ditampilkan dengan caranya itu, kekerasan. Ia menyaksikan kekerasan itu sejak kecil. Allah…



Ia tidak sendirian, sebenarnya, aku ingin mengatakan padanya, percayalah padaku, aku adalah sahabatmu… aku akan mendoakanmu selalu, juga untuk ayah dan ibumu, juga untuk adikmu yang juga merasakan kepedihan yang sama denganmu.



“Kau tidak bisa selamanya berada dalam lingkaran masa lalu.. Kau tidak akan selamanya disana…” aku memegang kedua pundaknya. Ia menatap dengan matanya yang sayu dan masih mengalirkan cairan hangat.



“Bergeraklah, bersujudlah, angkat tanganmu meminta pada Yang Maha Memberi. Dia Yang Maha Memberi permasalahan, kembalikan pada Yang Memberi dengan kepasrahan, mengikhlaskan semuanya untuk menjadi sebuah episode yang memang sedang Dia kurniakan untukmu… bersiaplah, aku yakin kau akan jadi mutiara yang sinarnya akan menggerlapkan mata yang menatapmu, bersiaplah, kau akan jadi pedang yang kilap ketajamannya mampu menundukkan kesombonganmu sendiri… kemudian menaklukkan kesedihanmu.. bersiaplah, aku yakin semua akan berganti menjadi mempesona indah pada waktunya…”

Leganya hatiku, ia tersenyum… ia mengusap sendiri air matanya, ia tersenyum memperlihatkan giginya yang rapi. Kemudian ia memelukku dan mengatakan,



“Terimakasih sahabatku… meski kini aku masih harus terus berjuang, bersabar untuk mengutamakan ibuku, bersabar untuk dalam waktu tak kuketahui kapan lagi aku bisa mencium tangan ayahku… karena aku tidak tahu dimana ia sekarang. Aku masih hanya bisa berharap pertolonganNya yang selalu dekat disaat kita ridho pada setiap kehendakNya… semoga aku kuat.” Kini aku yang mengalirkan air mata menderas… dan mengucap lirih dengan perasaan yang bergetar…



“Aamin ya Rabb…”





---



“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” ~ Qs Al Baqarah : 155



“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” ~ Qs Al Baqarah : 214





Inspired by true story



Dian Eka

Pojok Jakarta, 9 januari 2010 (10.00 pm)

4 komentar:

Iman Sulaiman mengatakan...

Kedua orang tua ... berbaktilah kepada keduanya selagi kita diberi kesempatan. Bahagiakan keduanya sebagaimana keduanya senantiasa ingin membahagiakan kit a semenjak kecil.

Nice posting sis, tetap semangat :)

dian eka mengatakan...

InsyaAllah bro.. :) Mereka adalah pahlawan no 1 bagiku..

muhammad iqbal taftazani mengatakan...

salam'alaykum... koq belum ada update ya... hehehe :D

ditunggu updatenya

dian eka mengatakan...

iya nih.. mengumpal aja di folder. Tunggu ya! Hhe